Monday 6 June 2016

DUA ABG YANG DI PERKOSA SAMA LAKI-LAKI YANG MEREKA KENAL

DUA ABG KENAK PERKOSA



Waktu sudah larut malam saat Anggun dan Anisa pulang jalan-jalan dari sebuah mall di kota Bandung, kota tempat mereka menuntut ilmu pada sebuah PTN terkemuka. Saat itu kampus mereka sedang liburan semester yang lumayan lama, sehingga banyak di antara teman-teman mereka yang memilih pulang kampung, namun bagi Anggun dan Anisa lebih memilih untuk tetap tinggal di kota Bandung karena tidak banyak yang dapat mereka kerjakan untuk mengisi waktu liburan di Jakarta kota asal mereka.


Sampai di tempat kost mereka kira-kira jam 10 malam. Saat itu daerah di sekitarnya sudah sepi begitupula di dalam kost-kostan karena semua penghuninya pulang ke kampung atau kota asal mereka masing-masing untuk memanfatkan waktu liburan kuliah mereka, dan kini tinggallah mereka berdua saja yang masih bertahan di dalam areal kost yang luas dan besar itu. Walau usia mereka terpaut jauh, mereka berdua sangatlah akrab karena selain mereka tinggal sekamar dan berasal dari Jakarta, di kampus mereka juga satu fakultas. 

Anggun saat ini berusia 26 tahun, sementara Anisa baru berusia 18 tahun. Keduanya memiliki wajah yang cantik, Anggun dengan bentuk badan yang berukuran sedang nampak anggun dengan penampilan kesehariannya, sedangkan Anisa memiliki tubuh yang mungil dan wajah yang imut-imut. Banyak pria yang tertarik kepada mereka berdua, karena bukan saja mereka cantik dan pintar, namun mereka juga pandai dalam bergaul dan ringan tangan. Akan tetapi dengan halus pula mereka menolak berbagai ajakan yang ingin menjadikan mereka sebagai kekasih atau pacar dari para pria yang mendekati mereka. 

Anggun saat ini lebih memilih berkonsentrasi untuk menghadapi sidang skripsinya, sedang Anisa yang baru menamatkan tahun pertamanya di kampus tersebut lebih memilih untuk aktif di organisasi kampus dari pada pacaran atau berhura-hura. 

Sesampainya di kost, Anggun langsung menuju ke kamar kost dan membuka pintu, sedangkan Anisa mampir dulu ke kamar mandi yang terletak agak jauh dari kamar kost mereka. Setelah membuka kamar, Anggun begitu terkejut ketika dilihatnya kamar mereka sudah berantakan seperti habis ada pencuri. Belum lagi sempat memeriksa segalanya, tiba-tiba kepala Anggun sudah dipukul dari belakang sampai pingsan. 

Anggun tidak tahu apa-apa sampai tubuhnya digoncang-goncang seseorang hingga tersadar dan menemukan dirinya sudah dalam keadaan terikat di kursi tempat biasanya dia duduk untuk belajar dan mulutnya disumpal kain, sehingga tidak dapat bersuara. Belum lagi lama dia siuman, matanya terbelalak ketika melihat pemandangan di sekitarnya, ia melihat dua pria di depannya. Yang menyuruhnya bangun, orangnya berbadan tinggi besar dan kepalanya berambut gondrong dia hanya mengenakan celana jeans kumal, badannya telanjang penuh dengan tatto. Dan satu orang lagi juga berbadan agak gemuk, berambut acak-acakan juga hanya mengenakan celana jeans. 

Wajah mereka khas, usia mereka sekitar 40 tahunan. Sementara kamar kost mereka dalam keadaan tertutup rapat, jendela pun yang tadinya agak sedikit terbuka kini telah tertutup rapat. Tidak beberapa lama kemudian mata Anggun kembali terbelalak dan ingin menjerit, karena kedua orang itu ternyata dikenalnya. Yang membangunkan dia bernama Hasan dan satu lagi bernama Thomas atau sering dipangil Tomi. Mereka berdua adalah teman dari Henry pemilik kost yang sering nongkrong di tempat itu, pekerjaan mereka tidak jelas. 

Memang beberapa waktu yang lalu Anggun dan Anisa dikenalkan oleh Henry kepada Hasan dan Tomi. Karena dengan setengah memaksa Henry, Hasan dan Tomi ingin dikenalkan dengan Anggun dan Anisa yang waktu itu baru pulang dari kampus. Rupanya mereka berdua tertarik dengan kecantikan Anggun dan Anisa. Akan tetapi rupanya cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Anggun dan Anisa lebih sering menghindar untuk bertemu dengan Hasan dan Tomi. Dan yang membuat hati Anggun menjerit dan panas adalah begitu sadar sepenuhnya dan mengetahui Hasan sedang duduk di pinggir ranjang mereka sambil memangku Anisa yang saat itu sudah tinggal memakai BH dan celana dalamnya saja yang berwarna putih. 

Anisa sambil menangis memohon-mohon minta dilepaskan, air matanya telah membasahi wajahnya yang cantik itu. Tapi si Hasan yang badannya jauh lebih besar itu tidak menghiraukannya, dia mulai meremas-remas payudara Anisa yang baru sekepalan tangan orang dewasa itu yang masih terbungkus BH itu, kemudian menjilati leher Anisa. Pria itu lalu berkata, “Diam, jangan macam-macam atau kupatahkan lehermu, nurut saja kalau mau selamat..!”

Setelah itu dilumatnya dengan rakus bibir indah Anisa dengan bibirnya, “Hmp.., cup.., cup..,” begitulah bunyinya saat kedua bibir mereka beradu. Air liur pun sampai menetes-netes keluar, rupanya lidah Hasan bermain di dalam rongga mulut Anisa. 

Sementara itu Tomi yang berada di samping Anggun berkata kepada Anggun, “Hei, elo sudah bangun ya, teman elo ini boleh juga, gue pake dia dulu ya, baru setelah itu giliran elo, nah sekarang elo perhatikan gue baik-baik kalo sampe elo nanti engga bisa muasin nafsu gue, mampus deh elo..!” sambil mengelus-elus kepala Anggun. Anggun mau berontak tapi tidak dapat berbuat apa-apa, Anggun pun mulai pucat. 


Lalu Hasan yang masih memangku Anisa menyudahi serbuan bibirnya dan berkata, “Ok Sayang, ini waktunya pesta, ayo kita bersenang-senang!” Dia menyuruh Anisa berlutut di depannya dan menyuruhnya membukakan celana jeans kumalnya, lalu mengulum batang kemaluannya. Sambil menangis Anggun memohon belas kasih, “J.. ja.. angan.. tolong jangan perkosa saya, ambil saja semua barang di sini!” Belum selesai berkata, tiba-tiba, “Pllaakk..!” si Hasan menampar pipinya dan menjambak rambutnya. 

Dengan paksa Anisa dibuat berlutut di depannya, “Masukkan ke dalam mulut elo, hisap atau gue bunuh elo..!”
Terpaksa dengan putus asa dan wajah yang pucat dan gemetar, Anisa membuka celana Hasan dan begitu dia menurunkan celana dalam Hasan tampaklah kemaluan Hasan yang telah membesar dan menegang. Tanpa membuang waktu Hasan segera memasukkan kemaluannya itu ke mulut Anisa yang mungil itu. Batang kemaluannya tidak dapat sepenuhnya masuk karena terlalu besar, dengan kasar dia memaju-mundurkan kepala Anisa.
“Hhmpp.., emphh.. mpphh..!” begitulah suara Anisa saat mulutnya dijejali dengan kemaluan Asan. 

Tomi juga tidak tinggal diam, rupanya nafsu telah memenuhi otaknya, setelah dia melepas celana jeansnya dia berdiri di samping Anisa, menyuruh Anisa mengocokkan batang kemaluannya yang juga telah membesar dengan tangan. Batang kemaluan Tomi tidak sebesar temannya, tapi diameternya cukup lebar sesuai dengan tubuhnya. Sekarang Anisa dalam posisi berlutut dengan mulut dijejali kemaluan Hasan dan tangan kanannya mengocok batang kemaluan Tomi. 

“Emmhh.. benar-benar enak emutan gadis cantik ini, lain dari yang lain..!” kata Asan. 
“Iya, kocokannya juga enak banget, tangannya halus nih..!” timpal Tomi. 

Beberapa lama kemudian nampak tubuh Hasan menegang, seluruh badannya mengejang, dan, “A.. akh..!” Hasan akhirnya berejakulasi di mulut Anisa. Cairan putih kental memenuhi mulut Anisa menetes di pinggir bibirnya seperti vampire baru menghisap darah, dan Anisa terpaksa meminum semuanya karena takut ancaman mereka dan juga kuatnya pegangan tangan Hasan di kepalanya.

Setelah itu mereka melepas BH dan CD Anisa, sehingga dia benar-benar telanjang bulat sekarang, tampaklah payudara dan bulu-bulu kemaluannya yang masih halus dan jarang. “Waw cantik sekali anjing ini.” ujar Tomi sambil memandangi tubuh bagian dada dan bawah Anisa yang sedang terisak-isak ketakutan. 

Kali ini Tomi duduk di pinggir ranjang dan menyuruh Anisa berjongkok di depannya sambil terus memijati dan mengocok batang kemaluan dengan tangannya. Anisa terpaksa menuruti kemauan Tomi itu sambil sesekali dipaksa untuk menjilati ujung batang kemaluannya, sehingga Tomi mendengus keenakan. Sementara itu si Hasan mengambil posisi berbaring di bawah kemaluan Anisa dan menjilati liang vaginanya sambil sesekali menusuk-nusukkan jarinya ke liang kemaluan itu. 

Seketika itu Anisa kaget dan, “Ehhgh.., iihh.. iih.. eggmhh..!” Anisa pun merintih-rintih jadinya, badannya menggeliat-geliat akibat tusukan jari-jari serta jilatan lidah Hasan di kemaluan Anisa. 
“Ayo anjing.., kocok terus barang gue..!” bentak Tomi sambil menampar kepala Anisa. Kembali Anisa mengocok kemaluan Tomi sambil badannya terus meliak-liuk karena kemalunnya mendapat serangan dari tangan dan lidah Asan. Dari bibirnya pun terus terdengar suaranya merintih-tintih.

Sekitar 10 menit dikocok, Tomi memuncratkan maninya dan membasahi wajah serta rongga mulut Anisa. Kali ini Anisa sudah tidak tahan dengan rasa cairan itu, sehingga dia memuntahkannya. Melihat itu Tomi jadi gusar, dia lalu menjambak rambut Anisa dan menampar pipinya sampai dia jatuh ke ranjang. 
“Pelacur anjing..! Kurang ajar, berani-beraninya membuang air maniku. Kalo sekali lagi begitu, kurontokkan gigi elo, dengar itu..!” bentaknya. 

Hasan pun terpaksa menyudahi aktifitasnya dan ikut-ikutan menampar Anisa. “Goblok..! Gue lagi asyik nikmatin memek elo. Elo jangan macem-macem ya..!” bentak Asan. 
Anisa hanya dapat menangis memegangi pipinya yang merah akibat dua kali tamparan itu. Nampak kemarahan Anggun bangkit karena teman dekatnya diperlakukan begitu. Anggun meronta-ronta di kursinya, tapi ikatannya terlalu kencang sehingga hanya dapat membuat kursi itu bergoyang-goyang. Melihat reaksi Anggun si Hasan berkata, “Kenapa? Elo tidak terima ya pacar elo gue pinjam, tapi sayang sekarang elo nggak bisa ngapa-ngapain, jadi jangan macem-macem ya, ha.. ha.. ha..! 


Abis ini giliran elo yang gue entot..! Hahaha..!” Mereka kembali menggerayangi tubuh Anisa, kali ini Hasan merentangkan tubuh Anisa di tempat tidur dan membuka lebar kedua pahanya, dan segera mulai memasukkan batang kejantanannya ke liang kemaluan Anisa.
“J.. jangan. Aduh.., tto.. long.., Mbak Anggun. Ampun Bang..!” pinta Anisa sambil mencoba berontak tapi dengan sigapnya Tomi membantu Hasan dengan memegangi kedua tangan Anisa. 
Batang kemaluan yang ukurannya besar itu dimasukkannya dengan paksa ke liang kemaluan Anisa yang masih sempit, sehingga dari wajah Anisa terlihat dia menahan sakit yang amat sangat, tangisannya pun semakin keras. 

Setelah hampir seluruh batang kemaluannya terbenam di dalam liang kemaluan Anisa, Hasan mulai memaju-mundurkan pantatnya, mulai dengan irama pelan hingga dengan cepat. Keringat pun dengan deras membasahi kedua tubuh itu. Beberapa saat kemudian dari sela-sela kemaluan Anisa mengucur darah segar bercampur dengan cairan bening hingga warnanya berubah menjadi merah muda meleleh membasahi paha Anisa. 
“Aakkh.. aahh.. aa. ouhh.. ss.. aakit. ooh. aampuun.. ohh..,” begitulah erangan dan teriakan Anisa merasakan sakitnya. 

Rupanya teriakan dan erangan Anisa menambah nafsu dan semangat Hasan untuk terus memompakan kemaluannya dengan keras dan cepat hingga badan Anisa pun terbanting-banting dan terguncang-guncang keras. Anisa hanya pasrah mengikuti irama Hasan dan kedua tangan Anisa pun kini sudah dilepas oleh 

Tomi. Selama beberapa menit disetubuhi oleh Asan, tiba-tiba badan Anisa menegang sampai secara refleks dia memeluk kepala Hasan yang sedang asyik menggenjotnya. Dia rupanya mengalami orgasme sampai akhirnya melemas kembali. Hasan pun menyudahi gerakan memompanya namun kemaluannya masih tetap tertanam di dalam liang vagina Anisa. 
“He.. he.. he.. Baru kali ini kan loe ngerasain pria cokin, gimana rasanya enak engga, jawaabb..!” bentak si Hasan sambil menarik rambut Anisa. 

Karena takut mereka semakin gila, terpaksa dengan berlinang air mata Anisa menjawab, 
“E.. e.. enak, enak sekali..!” 
“Jawab lebih keras supaya teman loe dengar pengakuan loe..!” kata Tomi. 
“I.. iya, s.. saya suka sekali bercinta.” jawabnya dengan suara terbata-bata. 
“Tuh, kamu dengar kan, apa kata teman elo, dia suka dientot, ha.. ha.. ha..!” ejek mereka pada Anggun yang hanya dapat meronta-ronta sambil menangis di kursinya. Hatinya benar-benar serasa mau meledak tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa. 

Kemudian si Hasan mencabut kemaluannya dan membuat posisi badan Anisa gaya posisi anjing, dia kemudian memasukkan kejantanannya yang berukuran 20 cm lebih itu ke pantatnya Anisa hingga terbenam seluruhnya. Karena rasa perih dan sakit yang tidak terhingga, maka Anisa berteriak memilukan, 
“Aaakkhh..!”
Lalu dia menariknya lagi, dan dengan tiba-tiba sepenuh tenaga dihujamkannya benda panjang itu di pantat Anisa hingga membuatnya tersentak kaget dan kesakitan sampai matanya membelalak. 

“Ooughh..!” Anisa mendengus keras menahan rasa perih dari lubang duburnya, seluruh badannya kembali mengeras lolongannya pun kembali terdengan memilukan, “Aahh.. ouh.. aah..! Aa.. mpun.., ssakit. Aakhh..!” 
Kini Hasan meyodomi Anisa dengan irama yang keras dan cepat hingga Anisa menggelepar-gelepar, dan badannya kini mulai melemah dan habis akibat digenjot oleh Asan. 
Tidak beberapa lama Hasan akhirnya mencabut kemaluannya dari lubang dubur Anisa dengan kasar. Kembali darah segar mengucur deras dari liang dubur Anisa, sementara Anisa tertelungkup jatuh ke kasur disertai rintihan panjang melemah, “Aahh..!” 
Namun Hasan belum juga puas, kemalunnya masih garang. Kini ditelentangkannya Anisa dan kembali Hasan meniduri Anisa dan memasukkan kembali batang kemaluannya ke lubang vagina Anisa yang telah lemas itu, dan kembali Hasan menggenjot tubuh lunglai itu. 

Tidak lama Hasan pun berejakulasi di rahim Anisa. Lolongan kepuHasan keluar dari mulut Hasan disaat menyemprotkan spermanya yang jumlahnya banyak itu hingga meluber keluar dari sela-sela kemaluan Anisa. Anisa pun merintih lirih, dan akhirnya bersamaan dengan itu Anisa pun pingsan karena kehabisan tenaga dan rasa sakit yang tidak terhingga. 

Dengan perasaan puas Hasan pun merebahkan badannya di samping Anisa yang tergeletak tidak bergerak. 
“Akhirnya gue perawanin juga elo. Dasar cewek sombong..!” ujarnya sambil mengehela napas dan melirik Anisa. 

Sesudah itu kini Tomi yang tadi menjadi penonton mulai mendekati Anggun yang masih terikat lemas di kursinya. 
“Hei, teman elo boleh juga tuh. Nah, sekarang giliran elo yang servise gue. Asal elo tau gue itu naksir berat ama elo, tapi elo menghindar melulu. Gue tau gue jelek dan gue beda ama yang elo bayangkan jadi pacar elo. Buat gue itu engga soal, sekarang gue cuma mau perkosa elo. Udah gitu elo bebas, tapi kalo elo berontak, Mati elo..!” 


“PLAAK..!” sebuah tamparan keras menghantam kepala Anggun hingga Anggun yang masih diikat di kursi itu terjatuh bersama kursinya. 
“Hmmph..!” dengan mulut tersumbat Anggun berteriak. 

Kemudian dia menarik dan meletakkan tubuh Anggun mengembalikan ke posisi semula. Dengan pisau dapur milik kedua mahasiswi itu dia merobek-robek baju kaos lengan panjang yang dikenakan oleh Anggun. Nafas Anggun tersentak ketika dengan cepat Tomi dengan pisaunya melucuti BH dan celana panjang bahan yang dikenakannya. Sekarang Anggun hanya memakai celana dalamnya yang berwarna putih serta sepasang kaos kaki putih setinggi lutut yang selalu dikenakannya. Payudaranya yang penuh bulat terbuka, tubuhnya putih mulus masih dalam posisi terikat di tempat duduknya. 

“Hmph.., hmph..!” Anggun meronta sambil memandang Tomi dengan putus asa, matanya memerah dan air matanya mengalir deras membasahi pipinya, wajahnya pucat pasi. Karena dia menyadari yang akan terjadi pada dirinya, yaitu sebagai pemuas nafsu bejat. 
“Diem brengsek..!” kata Tomi, “PLAK..!” sekali lagi tamparan kuat mendarat di pipi Anggun, membuat kepala Anggun tersentak.

Kemudian ia membuka ikatan Anggun dan membantingnya ke tempat tidur dalam posisi telungkup, dan setelah itu dia merentangkan kedua tangan Anggun serta melebarkan kedua kaki Anggun hingga posisi Anggun kini seperti orang merangkak. Anggun hanya dapat pasrah mengikuti kemauan Tomi. Tepat di hadapannya terdapat kaca rias, setinggi tubuh manusia. Kaca itu biasanya digunakan Anggun dan Anisa untuk berdandan sebelum pergi kuliah. 

Leim lalu merobek celana dalam Anggun dengan kasar dan menjatuhkannya ke lantai. Sekarang Anggun dapat melihat dirinya melalui cermin di depannya telanjang bulat, dan di belakang dilihatnya Tomi sedang mengagumi dirinya. 
“Gila bener! Gue suka pantat lo. Lo bener-bener oke!” 
Tomi menampar pantat sekal Anggun yang sebelah kiri yang membuat Anggun menjerit kaget. 

Lalu tanpa menunggu lagi, Tomi yang mulai dirasuki nafsu sex memperlihatkan penisnya yang sudah keras. Tomi hanya membiarkan topi yang masih tetap membungkus kepala Anggun dan sepasang kaos kaki putih yang masih dikenakan Anggun, mungkin ini dapat membuat nafsu Tomi semakin menjadi. Karena memang dengan mengenakan topi, wajah Anggun jadi nampak cantik dan lucu seperti komentar kebanyakan teman-temannya. 

Kemudian Tomi menyelipkan penisnya di antara kedua kaki Anggun lewat belakang. 
“Ooh.., ampun Pak Tomi. Ampunn.., jangann.. jangan! Ampun, jangan..!” Anggun mulai menangis dan rasa tegang menyeliputi hatinya. 
Sambil menoleh ke belakang dan memandang Tomi, Anggun mencoba untuk meminta belas kasihan. Terlihat air mata meleleh dari matanya. Namun Tomi terus mengancam dengan pisau dapur yang masih digenggamnya. 

Tomi tidak perduli Anggun memohon-mohon. Kepala penisnya kemudian menyusuri belahan pantat Anggun, terus menuju ke bawah, kemudian maju mendekati bibir vaginanya. Setelah tangan si Tomi memegang pinggul Anggun, dengan satu gerakan keras penisnya bergerak maju. 
“Arrgghh.., ahh.., Ampun..!” Anggun menjerit-jerit ketika penis Tomi mulai membuka bibir vaginanya dan mulai memasuki lubang kemaluannya. 
Kaki Anggun mengejang menahan sakit ketika penis Tomi terus menembus masuk tanpa ampun menusuk-nusuk selaput daranya. 

Bibir tebalnya menganga membentuk huruf O dan mengeluarkan rintihan-rintihan, “Oohh.., oouugghh.., aa.. ampuun Bangg..! Aakkhh..!” 
Badannya pun tersodok-sodok. Tomi terus bergerak memompa maju mundur memperkosa Anggun. Ketika kepala Anggun terjatuh lunglai kesakitan, dia menarik kepala Anggun sehingga kepalanya kembali terangkat dan Anggun kembali dapat melihat dirinya disetubuhi oleh Tomi melalui cermin di depannya. 

Kadang-kadang Tomi menampar pantat Anggun berulang kali, juga dilihatnya payudara Anggun yang tersentak-sentak setiap kali Tomi menyodok penisnya ke dalam vagina Anggun dan dia hanya dapat pasrah mengerang-ngerang dan merintih. Tiba-tiba Tomi mengeluarkan penisnya dari vaginanya. Anggun langsung meronta dan berlari menuju pintu, berharap seseorang akan melihatnya minta tolong, biarpun dirinya telanjang bulat. 


Tapi tiba-tiba Hasan yang ternyata sudah pulih terlebih dahulu menyambar pinggangnya sebelum Anggun sampai ke pintu depan. 
“Ahh, tolong! Tolompphh..,” teriakan Anggun dibungkam oleh tangan Asan, sementara itu Tomi mendekat dan memukul Anggun dengan keras. 
Anggun pun jatuh terjelembab ke lantai. 
“Dasar Bandel ya..!” ujar Tomi. 

Kemudian Tomi mengikat tangan Anggun menjadi satu ke depan. Setelah itu, Anggun didorong hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya. Sekarang Tomi memasukkan penisnya ke mulut Anggun. 
“Mmpphh..!” Anggun mencoba berteriak dengan penis yang sudah masuk di dalam mulutnya. 
Sementara itu Tomi dengan tenang terus menggerakkan penisnya di mulut Anggun. Kedua tangan Tomi memegang kepala Anggun dengan kencangnya menggerak-gerakkan maju dan mundur. Mata Anggun tertutup dan wajahnya memerah, air matanya masih meleleh turun di pipinya, baru pertama kali dalam seumur hidupnya dia diperlakukan seperti ini. 

Setelah beberapa lama mengocok kemaluannya di rongga mulut Anggun, terlihat tanda-tanda Tomi akan mencapai klimaksnya, gerakan memaju-mundurkan kepala Anggun semakin cepat. 
Dan, “Akkh.. Croot.., croot..!” Tomi berejakulasi di mulut Anggun, sperma yang keluar jumlahnya cukup banyak sehingga meluber keluar dari mulut Anggun. 
Anggun hanya dapat mendengus-dengus dan dengan terpaksa menelan semua sperma yang dimuntahkan Tomi tadi, sementara pegangan tangan Tomi di kepala Anggun semakin kencang, sehingga sulit bagi Anggun untuk menarik kepalanya. 

Setelah semprotan sperma yang terakhir, barulah Tomi mencabut kemaluan dari mulut Anggun yang kini mulutnya terlihat penuh dengan lendir memenuhi rongga mulutnya hingga ke bibirnya. Dengan napas puas Tomi mencapakkan kepala Anggun hingga telentang di kasur. 
“Siap, siap Sayang. Gue musti ngerasain pantat lo yang putih mulus dan sekal ini..!” tiba-tiba terdengar suara Hasan yang sudah berada di samping Anggun. 
Anggun memandang Hasan dengan wajah ketakutan. Dia tahu bagaimana Hasan memperlakukan Anisa hingga pingsan. 

Kemudian Hasan menoleh ke Tomi yang duduk di belakangnya untuk istirahat setelah klimaks tadi. 
“Ja.. jangan, jangann.. Bang Asan.. saya nggak mau diperkosa di situ Bang..! Ampun Bang. Rasanya ssakit.., kasihani saya Bang..!” ujar Anggun memelas kepada Asan. 
“He Anjing. Gue tetep nggak perduli lo mau apa nggak..!” 
Hasan menarik tubuh Anggun hingga dia terjatuh di atas sikunya lagi ke lantai, dan mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi. Kemudian dia menempatkan kepala penisnya tepat di tengah liang masuk anusnya. 

Setelah itu dia membuka belahan pantat Anggun lebar-lebar. 
“Ampun, jangan..! Sakit..! Ampun Bang Asan. Ampun..! Aakkhh..!” 
Hasan mulai mendorong masuk, sementara Anggun mejerit-jerit minta ampun. Anggun meronta-ronta tidak berdaya, matanya terbelalak, hanya semakin menambah gairah Hasan untuk terus mendorong masuk penisnya. Anggun terus menjerit, ketika perlahan seluruh penis Hasan masuk ke anusnya. 
“Ampun..! Sakit sekali! Ampun! Ooughh.. iihh..!” jerit Anggun, ketika Hasan mulai bergerak pelan-pelan keluar masuk anusnya. 

“Buset! Pantat lo emang sempit banget! Lo emang cocok buat beginian!” kata Hasan sambil mengusap-usap buah pantat Anggun. 
Sementara itu darah segar terlihat mulai mengalir menetes-netes membasahi paha dan kasur. 
“Bener-bener pantat kualitas nomer satu!” omel Hasan sambil terus memompa kemaluannya. 

Tangisan Anggun makin keras, “Sakit! Sakit sekali! Ampun, sakit! Sakit Pak, ampun..!” 
Sementara itu badannya mengejang-ngejang menggelepar-gelepar menahan rasa sakit yang teramat sangat, tubuhnya semakin basah oleh keringatnya. 
“Gila, gue bener-bener seneng sama pantat lo!” ujar Hasan sambil terus menyodomi Anggun. 
Hingga akhirnya tubuh Hasan mengejan keras, kepalanya menengadah ke atas, cengkraman tangan di pinggang Anggun pun semakin keras dan urat-uratnya pun kini terlihat pertanda sebentar lagi dia akan mencapi klimaksnya. 

Hasan berejakulasi di lubang pantat Anggun yang semakin kepayahan dan tubuhnya melemah. Hasan pun dengan menghela napas lega kembali menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Anggun yang juga terjatuh telungkup badannya lemas dan menahan rasa sakit yang tidak terhingga di lubang duburnya yang kini mengalami pendarahan. 


Suara yang terdengar dalam kamar kost itu hanya tangisan Anggun, tangisan yang benar-benar menyayat hati, yang membuat Tomi kembali bangkit nafsunya. Tomi berjongkok membalikkan tubuh Anggun yang tadinya telungkup menjadi telentang. Kemudian menarik kaki Anggun, lalu membukanya dan menekuk hingga kedua pahanya menyentuh buah dadanya. 

Kini posisi Anggun telah siap untuk disetubuhi, Tomi meraih penisnya yang telah kembali tegang dan memeganginya, memandang ke arah Anggun yang memalingkan wajahnya dari Tomi, matanya terpejam erat-erat wajahnya yang masih mengenakan topi nampak cantik walau penuh dengan keringat dan air mata. Tomi mengarahkan penisnya ke vagina Anggun, cairan yang keluar dari penisnya membasahi vaginanya, membantu membuka bibir vagina Anggun. Anggun mengerang dan merintih, tubuhnya kembali meronta-ronta, giginya menggeretak, Tomi nampak menikmati jeritan Anggun ketika dia menghunjamkan penisnya ke vaginanya yang telah basah oleh darah dan cairan vaginanya. 

“Aahhgghh..!” Tomi mulai memperkosa Anggun. 
Kaki Anggun terangkat karena kesakitan dan rintihan terdengar dari tenggorokannya. Tubuhnya mengejang berusaha melawan ketika Tomi mulai bergerak dengan keras di vagina Anggun. Tomi menarik penisnya sampai tinggal kepalanya di vagina Anggun sebelum didorong lagi masuk ke dalam rahimnya. Tomi semakin bersemangat mompakan batang kemaluannya di dalam rahim Anggun. 

Nafsu telah membakar dirinya sehingga gerakannya pun semakin keras, sehingga semakin cepat tubuh Anggun pun lemas tergoncang-goncang dan tersodok-sodok. Dan suatu ketika dengan kasarnya dicampakkannya topi yang menutupi kepala Anggun oleh Tomi, sehingga tergerailah rambut indah seukuran bahu milik Anggun. Kini pada setiap hentakan membuat rambut indah Anggun tergerai-gerai menambah erotisnya gerakan persetubuhan itu. Sambil terus menggenjot Anggun, bibir Tomi kini dengan leluasa melumat dan menjilati leher jenjang Anggun yang tidak tertutup topi dan menyedot salah satu sisi leher Anggun. 

Gerakan dan hentakan-hentakan masih berlangsung, iramanya pun semakin cepat dan keras. Anggun pun hanya dapat mengimbanginya dengan rintihan-rintihan lemah dan teratur, 
“Ahh.. ohh.., ooh.. ohh.. oohh..!” sementara tubuhnya telah lemah dan semakin kepayahan. 
Akhirya badan Tomi pun menegang dan tidak beberapa lama kemudian Tomi berejakulasi di rahim Anggun. Sperma yang dikeluarkannya cukup banyak. Tomi nampak menikmati semburan demi semburan sperma yang dia keluarkan, sambil menikmati wajah Anggun yang telah kepayahan dan lunglai itu. 

Tomi mengerang kenikmatan di atas badan Anggun yang sudah lemah yang sementara rahimnya menerima semburan sperma yang cukup banyak. 
“Aauughh.. oh..!” Anggun pun akhirnya tersentak tidak sadarkan diri dan jatuh pingsan menyusul Anisa temannya yang terlebih dulu pingsan. 
Badan Tomi menggelinjang dan mengejan disaat melepaskan semburan spermanya yang terakhirnya dan merasakan kenikmatan itu. Batinnya kini puas karena telah berhasil menyetubuhi dan memperkosa serta merengut keperawanan Anggun gadis mahasisiwi cantik yang ditaksirnya itu. 

Senyum puas pun terlihat di wajahnya sambil menatap tubuh lunglai Anggun yang tergelatak di bawahnya. Tomi pun ibarat telah memenangkan suatu peperangan, akhirnya terjatuh lemas lunglai tertidur dan memeluk tubuh Anggun yang tergolek lemah. 

Begitulah malam itu Hasan dan Tomi telah berhasil merenggut kegadisan dua orang gadis cantik yang ditaksirnya. Waktu pun berlalu, fajar pun hampir menyingsing, kedua tubuh gadis itu masih tidak bergerak. Bekas keringat, cairan sperma kering dan darah mulai kering nampak menghiasi tubuh telanjang tidak berdaya kedua gadis cantik itu. 


Pagi itu saat Hasan dan Tomi sudah rapih mengenakan pakaian mereka, tiba-tiba Henry sang pemilik kost mendatangi kamar kedua gadis itu. Saat itu dia bersama Acong teman Henry yang juga teman Hasan dan Tomi. 
“Hei.., kalian disini rupanya.” ujar Henry. 
Dan seketika matanya terbelalak ketika melihat ke dalam kamar kost dan melihat tubuh kedua gadis telanjang itu tergeletak tidak bergerak. 
“Wah elo-elo abis pesta disini ya..?” tanya Henry. 
Tanpa menjawab, Tomi dan Hasan dengan tersenyum hanya berlalu meninggalkan Henry dan Acong yang terbengong-bengong. 

Saat Tomi dan Hasan berjalan meninggalkan kamar kost, mereka sempat melirik ke belakang. Rupanya Henry dan Acong sudah tidak terlihat lagi dan kamar kedua gadis itu kembali rapat terkunci. Kini rupanya giliran Henry dan Acong yang berpesta menikmati tubuh kedua gadis malang itu. 

Memang rupa-rupanya Henry juga memendam cinta kepada gadis-gadis itu dan kali ini dia dibantu oleh Acong dapat leluasa menikmati tubuh gadis-gadis itu. Kembali tubuh Anisa dan Anggun yang sudah tidak sadarkan diri menjadi bulan-bulanan. Henry dan Acong pun leluasa berejakulasi di mulut dan rahim gadis-gadis itu sepuas-puasnya 

Saturday 4 June 2016

PENGALAMAN PERTAMA KU BERSAMA TANTE

PENGALAMAN PERTAMA


Saat usiaku 16 tahun kisah aku bermula, dimana aku masih duduk dibangku SMA, perkenalkan namaku Riky aku keturunan Indo dan kata teman teman disekolah maupun dilingkunganku aku orangnya ganteng.


Tinggiku 180 cm, nggak begitu tinggi dibandingkan dengan Papa yang 185 cm. Aku lahir di Canada, tapi sewaktu umur 10 tahun, Papa ditugaskan ke Medan, Indonesia. Jadi aku juga ikut, dan bersekolah di sana. Mula-mula terasa asing juga kota ini bagiku.

Tapi lama kelamaan aku juga dapat terbiasa. Terus terang, pemikiranku lebih condong kepada pemikiran-pemikiran Timur, mungkin karena didikan Mama yang keras. Biarpun di negara-negara Barat sudah biasa terjadi hubungan seks remaja, namun aku belum pernah melakukannya dengan pacarku, well… at least pada saat itu.

Hari kedua di Jakarta, aku minta diantar oleh supir ke rumah Tante Sinta. Rumahnya terletak di salah satu kompleks perumahan di Jakarta Selatan. Sebelumnya Mama sudah menelepon dan memberitahukan kepadanya bahwa aku akan datang pada hari itu.

“Hai… wahh sudah besar sekali kamu sekarang yah Riky… sudah nggak tanda lagi Tante sama kamu sekarang… hahaha”, seingatku kira-kira begitulah katanya sewaktu pertama kali melihatku setelah sekian tahun nggak jumpa. Wajahnya masih saja sama seperti yang dulu, seakan dia tidak bertambah tua sedikitpun.

“Oh yah… tuh supirnya disuruh pulang saja Riky… ntar kamu bawa saja mobil Tante kalau mau pulang”, aku pun mengiyakan, dan menyuruh pulang supirnya. “Wah… besar sekali rumahnya yah Tante”, kataku sewaktu kami memasuki ruang tamu.

Aku dengar dari Mama sih, katanya suaminya Tante Sinta ini anak salah seorang konglomerat Jakarta, jadi nggak heran kalau rumahnya semewah ini. Setelah itu kami ngobrol-ngobrol, dia menanyakan keadaan Mama, Papa dan kakek.

Tante Sinta juga sudah lama tidak bertemu dengan Mama. Lumayan lama kami ngobrol, setelah itu dia mengajakku untuk makan malam.

“Makan dulu yuk Riky… tuh sudah disiapin makanannya sama si Ning”, katanya menunjuk ke pembantunya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan.

“Kita nggak nunggu Om Joe?” aku menanyakan suaminya. “Oh… nggak usah, Om mu nggak pulang malam ini katanya”, “Oh… ok deh”, kataku sambil beranjak ke ruang makan. Rumah sebesar ini cuma dihuni sendirian dengan pembantunya. Berani juga Tanteku ini.

“Kamu berani pulang entar Riky? sudah malem loh ini”, katanya sambil melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan jam 7 lewat 30 menit. “Ah berani kok Tante…”


“Hmm… mending kamu tidur di sini saja deh malem ini… tuh ada kamar kosong di atas.” 

“Umm… iyah deh… ntar aku telepon ke Kakek kalau gitu”, dalam hati, aku mengira bahwa Tanteku ini menyuruhku menginap karena dia takut sendirian di rumah, sama sekali tidak ada pikiran negatif dalam otakku sewaktu aku mengiyakan tawarannya.

Sehabis makan, aku pun menelepon ke rumah kakek, dan memberitahu bahwa hari ini aku menginap di rumah Tante Sinta.
 “Oh iyah… kalau kamu mau mandi air panas, pakai saja kamar mandi Tante.

Ntar kamu pakai saja bajunya Om Joe. Yuk sini!” 
“He… eh”, aku mengangguk sambil mengikutinya. Kamar mandi yang dimaksud terletak di dalam kamarnya. Kamarnya benar-benar mewah dan besar. Dengan tempat tidur ukuran double di tengah-tengah ruangan, mini theatre set, dan sebuah kamar mandi di sudut ruangan.

“Nih… coba… bisa pakai nggak kamu?” dia memberikan T-shirt dan celana pendek kepadaku. “Bisa kayaknya”, aku pun mengambil pakaian itu dan membawanya ke kamar mandi. Sehabis dari kamar mandi, aku sempat sedikit kaget melihat Tante Sinta.

Dia mengenakan baju tidur tipis, tidur tengkurap di atas tempat tidur. Kelihatan dengan jelas celana dalamnya, tapi aku tidak melihat tali BH di punggungnya. Terangsang juga aku melihat pemandangan seperti itu. Kelihatannya ia tertidur saat menonton TV.

TV-nya masih menyala. Aku berjalan ke arah TV, bermaksud mematikannya. Melihat adegan panas yang sedang berlangsung di TV, mendadak aku terdiam pas di depan TV. Kulihat ke belakang, Tante Sinta masih tidur.

Aku berdiri menonton dulu, sekedar iseng. 5 menit lagi ah baru kumatikan, begitu pikiranku saat itu. 

“Hey…” saat aku sedang asyik menonton, tiba-tiba terdengar teguran halus Tante Sinta, diikuti oleh tawa tertahannya.

Aku benar-benar malu sekali waktu itu. Aku berbalik ke belakang sambil tersenyum malu-malu. Waktu aku berbalik, kulihat Tante Sinta sudah duduk tegak di atas tempat tidur. Samar-samar terlihat puting susunya dari balik baju tidurnya yang tipis.

“Kirain Tante sudah tidur… hehe”, kataku asal-asalan sambil berjalan hendak keluar dari kamar. 


“Riky… bisa tolong pijitin badan Tante? Pegel nih semua”, terdengar suara helaan nafas panjang, dan suara kain jatuh ke lantai.

Saat aku berbalik hendak menjawab, kulihat Tante Sinta sudah kembali tidur tengkurap di tempat tidur, tapi kali ini tanpa baju tidur, satu-satunya yang masih dikenakannya adalah celana dalamnya. “Ya…

” hanya itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Aku pun berjalan ke arah Tante Sinta. Sedikit canggung, kuletakkan tanganku di atas bahunya.

“Engghh…” terdengar dia mengerang perlahan. “Om Joe kapan pulangnya Tante?” kuatir juga aku ketahuan oleh suaminya.

“Emm… mungkin minggu depan… nggak tau deh… kalau Om mu sih… jarang di rumah. Mungkin seminggu pulang sekali”, dalam hatiku merasa kasihan juga kepada Tante Sinta. Pantas saja dia merasa kesepian.

“Fhhuuuhh…” kembali terdengar helaan nafas panjang. “Kamu sudah punya pacar Riky?” tanyanya memecah keheningan.

“Yah… di Medan.” “Hehehe… cantik nggak Riky?” Tante Sinta memang dari dulu senang bercanda. Sangat berbeda dengan ibuku yang kadang bersikap agak tertutup, Tante Sinta adalah penganut kebebasan Barat.

Aku hanya tersenyum saja menjawab pertanyaannya. “Turun dikit Riky!” aku pun menurunkan pijatanku dari bahu ke punggungnya. “Kamu duduk saja di atas pantat Tante… supaya bisa lebih kuat pijitannya.”

Aku yang semula mengambil posisi duduk di sampingnya, sekarang duduk di atas pantatnya. “Unghh… berat kamu”, mendengus tertahan dia waktu kududuk di atasnya. “Hehehe… tapi katanya suruh duduk di sini”, cuek saja aku melanjutkan pijatanku.

Penisku sudah terasa menegang sekali, sesekali kutekan kuat-kuat penisku ke pantat Tante Sinta. Walaupun aku masih memakai celana lengkap, namun sudah terasa nikmat dan hangat sewaktu penisku kutekan ke pantatnya.

“Iiihh… nakal ya… bilangin Mama kamu lho”, katanya sewaktu merasakan penisku menekan-nekan pantatnya.

“Sudah belom Tante? sudah cape nih”, kataku setelah beberapa menit memijat punggungnya.

“Iyah… kamu berdiri dulu deh… Tante mau balik”, aku berdiri, dan Tante Sinta sekarang berbalik posisi. Sekarang aku bisa melihat wajahnya yang cantik dengan jelas, payudaranya yang masih kencang itu berdiri tegak di hadapanku.

Puting susunya yang merah kecoklatan terlihat begitu menantang. Aku sampai terbengong beberapa detik dibuatnya. 

“Hey… pijit bagian depan dong sekarang”, katanya. Aku duduk di atas pahanya, kuremas dengan lembut kedua payudaranya.

Lalu kupuntir-puntir puting susunya dengan jari-jariku.

“Ihh… geli… hihihihi…” dia cekikikan. Aku benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan nafsuku lagi. Sekarang ini yang ada dalam otakku hanyalah bagaimana memuaskan Tante Sinta, memberinya kepuasan yang selama ini jarang ia dapatkan dari suaminya.

Rasa kasihan akan Tante Sinta yang telah lama merindukan kehangatan laki-laki bercampur dengan nafsuku sendiri yang sudah menggelora. Aku menarik celana dalamnya dengan agak kasar. Kulihat dia hanya diam saja sambil memejamkan matanya pasrah.


Kuakui inilah pertama kalinya aku melihat wanita telanjang secara nyata. Tapi agaknya aku tidak begitu canggung, sepertinya aku melakukan semuanya dengan begitu alamiah. Tante Sinta membuka lebar kedua pahanya begitu celana dalamnya kulepas.

Kulihat dengan jelas vaginanya dengan bulu-bulu halus yang dicukur dengan rapi membentuk segitiga di sekitarnya. “Sudah sering beginian yah kamu Riky?” tanyanya heran juga melihat aku begitu mantap.

“Ehh… nggak kok… baru sekali Tante”, nafasku sudah memburu, kata-kata pun sudah sulit kuucapkan dengan tenang. Kulihat nafas Tante Sinta juga sudah mulai memburu, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.

“Jilatin dong Riky!” katanya memelas. Mulanya aku ragu-ragu juga, tapi kudekatkan juga kepalaku ke vaginanya. Tidak ada bau tidak enak sama sekali, Tante Sinta rajin menjaga kebersihan vaginanya aku kira. Kujulurkan lidahku menjilati dari bawah menuju ke pusar. Beberapa menit aku bermain-main dengan vaginanya.

Tante Sinta hanya bisa mengerang dan menggelinjang kecil menahan nikmat. Kulihat ia meremas sendiri buah dadanya dan memuntir-muntir sendiri puting susunya. Aku berdiri sebentar, melepaskan semua pakaianku.

Bengong dia melihat penisku yang 18 cm itu. Aku cuma tersenyum kepadanya, dan melanjutkan menjilati vaginanya. Beberapa saat kemudian ia meronta dengan kuat. 

“aahh… ohh God… aargghh…” bagaikan gila, dia menjepit kepalaku dengan pahanya, lalu menekan kepalaku supaya menempel lebih kuat lagi ke vaginanya dengan dua tangannya.

Aku susah bernafas dibuatnya. “Lagi… arghh… clitorisnya Rikys… ssshh… yah… yah… lagi… oooohh…” semakin menggila lagi dia ketika aku mengulum clitorisnya, dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut.

Aku memasukkan lidahku sedalam-dalamnya ke dalam lubang vaginanya. Bau cairan kewanitaan semakin keras tercium. vaginanya benar-benar sudah basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan kepalaku naik turun di vaginanya dengan cepat dan kasar.

Lalu ia menegang, dan tenang. Saat itu juga aku merasa cairan hangat semakin banyak mengalir keluar dari vaginanya. Aku jilati semuanya. “Ohh… God… bener-benar hebat kamu Riky… lemas Tante… aahh… nggak kuat lagi deh untuk berdiri… shitt… sudah lama nggak begini”, dia terbujur lemas setelah 1/2 jam yang melelahkan itu.

Aku cuma tersenyum. Perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi tempat tidur, kubuka pahanya selebar-lebarnya dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Vaginanya sekarang terbuka lebar. Nampaknya ia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan sekarang padanya. Begitu ia sadar penisku sudah menempel di bibir vaginanya.


“Ohh…” ia cuma bisa menjerit tertahan. Lalu ia pura-pura meronta tidak mau. Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sering lihat di film-film, dan mereka melakukannya dengan mudah. Tapi ini sungguh berbeda. Lubangnya sangat kecil, mana mungkin bisa masuk pikirku.

Tiba-tiba kurasakan tangan Tante Sinta memegang penisku dan membimbing penisku ke vaginanya. “Tekan di sini Riky… pelan-pelan yah… punya kamu gede banget sih”, pelan ia membantuku memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Belum sampai seperempat bagian yang masuk ia sudah menjerit kesakitan.

“Aahh… sakitt… oooh… pelan-pelan Riky… aduuh….” tangan kirinya masih menggenggam penisku, menahan laju masuknya agar tidak terlalu deras. Sementara tangan kanannya meremas-remas kain sprei, kadang memukul-mukul tempat tidur.

 Aku merasakan penisku diurut-urut di dalam vaginanya. Aku berusaha untuk memasukkan lebih dalam lagi, tapi tangan Tante Sinta membuat penisku susah untuk masuk lebih ke dalam lagi.

Aku menarik tangannya dari penisku, lalu kupegang erat-erat pinggulnya. Kemudian kudorong penisku masuk sedikit lagi. “Aduhh… sakkkitt… ooohh… ssshh… lagi… lebih dalam Rikys… aahh”, kembali Tante Sinta mengerang dan meronta.

Aku juga merasakan kenikmatan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat pinggulnya supaya ia berhenti meronta, lalu kudorong sekuatnya penisku ke dalam. Kembali Tante Sinta menjerit dan meronta dengan buas.

Aku diam sejenak, menunggu dia supaya agak tenang. “Goyang dong Riky”, dia sudah bisa tersenyum sekarang. Aku menggoyang penisku keluar masuk di dalam vaginanya. Tante Sinta terus membimbingku dengan menggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku.

Lama juga kami bertahan di posisi seperti itu. Kulihat dia hanya mendesis, sambil memejamkan mata. Tiba-tiba kurasakan vaginanya menjepit penisku dengan sangat kuat. Tubuh Tante Sinta mulai menggelinjang, nafasnya mulai tak karuan, dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.

“Ohh… ooohh… Tante sudah mau keluar nih… sshh… aahh”, goyangan pinggulnya sekarang sudah tidak beraturan. “Kamu masih lama nggak Riky? Kita keluar bareng saja yuk…. aahh”, tak menjawab, aku mempercepat goyanganku.

“Aahh… shitt… Tante keluar Rikyss… ooohh… gile”, dia menggelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku. Aku semakin bersemangat menggenjot. Aku juga merasa bahwa aku bakal keluar tidak lama lagi.

“Aahh… sshh…” kusemprotkan saja cairanku ke dalam vaginanya. Lalu kucabut penisku, dan terduduk di lantai. “Kamu hebat… sudah lama Tante nggak pernah klimaks.” “aah… capek Tante.” 


“Mandi lagi yuk… lengket-lengket nih jadinya”, ia berjalan ke kamar mandi dan aku mengikutinya.
Kami saling membersihkan tubuh di bawah siraman shower. Setelah mandi, kami tidur-tiduran tanpa busana, berciuman, sambil ngobrol macem-macem. VCD porno yang tadi sudah habis rupanya. Tante Sinta menggantinya dengan VCD yang lain.

“Eh… yang ini bagus loh Riky”, lalu ia menghidupkannya. Filmnya tentang seorang gadis yang diperkosa, sedikit sadis menurutku, tapi sangat merangsang sekali.

“Tante sudah lama kepengen coba yang seperti itu Riky… kalau Om mu sih… nggak ada seninya… taunya cuman goyang, nembak, tidur… susah juga hahaha… kamu mau coba nggak?” dia tersenyum melihatku.

“Hehehe… terserah…” “Ok!” lalu ia berjalan ke lemarinya. Sewaktu ia membukanya, aku terkejut juga melihat begitu banyak Sex Stuff seperti vibrator, tali, handcuff, dan banyak lagi. “Wah… banyak amat peralatannya Tante”, kataku bercanda.

“He eh… yah beginilah… soalnya Om kamu jarang pulang sih. Tante kan butuh seks juga. Yah… terpaksa harus bermain dengan fantasi sendiri.” “Hehehe”, aku cuma tertawa kecil. Kulihat ia mengambil tali dari lemari.

“Nih… kerjain Tante seperti yang di film itu dong Riky!” ia melemparkan tali itu kepadaku dan berjalan ke arah tempat tidur. Tempat tidur itu bergaya Eropa pertengahan, mempunyai pagar rendah berjeruji di sisi atas dan bawah. Ia memegang pagar berjeruji itu.

Aku mengikat tangannya di jeruji itu, ia sekarang membungkuk membelakangiku dengan tangan terikat. Aku berjongkok dan mulai menjilati vaginanya untuk pemanasan. “Sssh… oouhh…” kembali kudengar erangannya. Setelah beberapa saat vaginanya mulai basah.

“Pakai vibrator Riky!” aku berjalan ke lemari dan mengambil vibrator yang berbentuk seperti penis manusia itu. Hati-hati kumasukkan vibrator itu ke dalam vaginanya, lalu kugeser switch ke posisi “low”. Terdengar vibrator itu mulai berdengung halus.

“Ouuh… aahh…” kelihatannya Tante Sinta sangat menikmati permainan. Tempo permainan sangat lambat kali ini. Ia menggelinjang sedikit mengiringi dengungan halus vibrator. Sambil sebelah tanganku memegangi vibrator supaya tidak lepas dari vaginanya, aku memberinya tepukan di paha, memberinya tanda agar ia membuka pahanya selebar-lebarnya.

“Jilat anus Tante Riky!” kembali ia memberi komando. Aku mulai menjilati pahanya yang putih dan jenjang, perlahan berpindah ke anus. Bosan menjilati anusnya, aku berdiri, memeluknya dari belakang, dan meremas payudaranya dengan sebelah tanganku yang masih bebas. Beberapa saat kemudian ia orgasme.

Lalu ia menyuruhku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Aku sempat terkejut mendengarnya. Menurutku pasti akan sakit sekali penisku dijepit oleh lubang anusnya. Tetapi Tante Sinta terus-terusan meminta dengan suara yang memelas.

“Tante sudah pernah nyoba?” tanyaku ragu-ragu. “Pernah… pakai vibrator… cobain saja deh… lebih sempit loh di sini… Tante kepingin nyoba dimasukin 2 lubang sekaligus.” “Ok!” aku kembali membungkuk, kujilat bagian sekitar anusnya untuk melicinkannya.

Kulihat Tante Sinta merintih-rintih ketika vibrator kugoyang agak cepat, tetapi ia tidak bisa banyak meronta karena tangannya masih terikat kuat ke jeruji tempat tidur. Setelah merasa jalan masuk cukup licin aku pun mengambil ancang-ancang, kugesek-gesekkan dulu kepala penisku di sekitar anusnya.

“Yahh.. langsung saja Rikys”, Tante Sinta yang sudah tidak sabar, memundur-mundurkan pantatnya agar penisku bisa segera masuk ke dalam lubang anusnya. Kutarik vibrator yang masih saja berdengung itu dari belakang, supaya pantat Tante Sinta makin menempel ke kepala penisku.

Akibatnya vibrator itu melesak makin dalam ke vaginanya Tante Sinta. “Aahh… ooohh… sshh…” semakin menggila saja dia. Pelan kudorong kepala penisku ke dalam lubang anusnya. Kepala penisku terasa sedikit pedih, aku menghentikan dorongannya sejenak.


“Oooohh… yahh… terussss… deeper Rikys….” “Sssshh… oooohh…” aku hanya bisa mendesis menahan pedih yang bercampur nikmat ketika penisku masuk kira-kira setengah bagian ke dalam lubang anusnya. Menurutku masuk melalui lubang anus tidak begitu nikmat, karena tidak ada cairan yang melicinkannya.

Tapi kulihat Tante Sinta bagaikan sedang terbang sekarang. Nikmat sekali katanya. Kukira itu karena dua lubangnya sedang terisi. Tante Sinta terus saja menggoyang-goyang pinggulnya kebelakang supaya penisku dapat masuk lebih dalam ke dalam lubang anusnya. Aku tidak dapat menahan lagi goyangannya, kubenamkan sekuat tanaga penisku ke dalam anusnya.

Rasanya seperti penisku sedang di massage dengan kuat di dalam. Tanpa sadar, karena menahan nikmat tanganku menggoyang-goyangkan vibrator itu dengan kencang. Tempo permainan berubah menjadi liar sekarang. Tangan Tante Sinta mencengkeram jeruji tampat tidur dan menggoyangnya karena nikmat yang tak terkira.

Aku mencoba menggoyang penisku di dalam anusnya. Memang sedikit pedih karena kurangnya cairan pelicin di dalam anusnya, tapi aku tidak peduli lagi. Sesekali kugunakan tangan kiriku untuk meremas payudaranya yang tergantung-gantung itu.

Beberapa saat kemudian aku merasa mau orgasme. “Aahh… oouuhh… Tante sudah mau keluar belum?” tanyaku dengan nafas memburu.

“Engggh… sssssh… iyah…” Kurasakan Tante Sinta semakin menggila menggoyang pinggulnya. Kemudian dia tubuhnya menegang, kemudian terkulai lemas. Aku pun merasa maniku sudah di ujung-ujungnya. Kupercepat goyangan, kuremas payudaranya dengan kasar, dan kukocok vibratornya lebih cepat lagi.

Kulihat Tante Sinta menjerit-jerit, tapi ia tak bisa berbuat banyak karena tangannya terikat dengan kuat. “Arrrgghh… ooohh…” seiring dengan eranganku, kusemprotkan maniku ke dalam anusnya. Kali ini kurasakan maniku keluar banyak sekali.

Lalu kucabut penisku dari dalam anusnya, dan kucabut vibrator dari vaginanya. Sekilas kulihat vagina dan anusnya merah sekali dan sedikit membengkak. Kubuka ikatan tangannya dan dia memeluk serta menciumiku. Lalu kami berdua tertidur di lantai.

Pengalaman ini tak akan pernah kulupakan. Sampai sekarang kami kadang-kadang masih melakukannya. Tante Sinta benar-benar seorang seks maniak yang tak bisa puas, setiap kali berhubungan selalu ada saja cara-cara baru yang ia ajarkan. Kukira ini juga mempengaruhi tingkah laku seksualku.

Friday 3 June 2016

NIKMATNYA TUBUH GURU KU

NIKMATNYA TUBUH GURU KU 



Teptanya kisah ini terjadi saat aku masih SMA dan masih lajang kejadian itu saat aku berkunjung ke rumahnya mb Fitri tetangga yang ada dikampungku untuk memperbaiki listrik yang konslet, dengan dihampiri anak kecil yang menyutuh aku cepat datang kerumahnya, sungguh aku ada perasaan senang selain tetanggku dia adalah guru seni di sekolahku.


Aku sendiri tak tahu, kenapa dia sering minta tolong untuk memperbaiki peralatan rumah tangganya. Yang jelas, semenjak dia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di semak-semak hutan, Mbak Fitri makin sering mengajakku pergi. Dan sore ini dia memintaku datang ke rumahnya lagi.

Tanpa banyak pikir aku langsung berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Maklum, rumahnya terbilang cukup jauh, sekitar 5km dari rumahku. Setibanya di rumah Mbak Fitri, suasana sepi. Keluarganya tampaknya sedang pergi. Betul, ketika aku mengetuk pintu, hanya Mbak Fitri yang tampak.

“Ayo, cepet masuk. Semua keluargaku sedang pergi menghadiri acara hajatan saudara di luar kota,” sambut Mbak Fitri sambil menggandeng tangganku.

Darahku mendesir ketika membuntuti lamngkah Mbak Fitri. Betapa tidak, pakaian yang dikenakan luar biasa sexy, hanya sejenis daster pendek hingga tonjolan payudara dan pahanya terasa menggoda.

“Anu, Bud.. Listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya.. Kau tak keberatan kan,” pinta Mbak Fitri kemudian.

Tanpa banyak basa-basi Mbak Fitri menggandengku masuk ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.

“Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib.”
Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel, akhirnya aku memutuskan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi aku tidak tahu persis, kamar itu tempat tidur siapa.

Yang jelas, aku sangat yakin itu bukan kamarnya bapak-ibunya. Celakanya, ketika aku menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian aku pindah ke kamar sebelah.

Aku juga tak bisa menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, sampai akhirnya aku harus meneliti kamar tidur Mbak Fitri sendiri, sebuah kamar yang dipenuhi dengan aneka lukisan sensual.


Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Mbak Fitri tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Fitri.

Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero kota. Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan pekerjaan itu besok pagi.

“Wah, maaf Mbak aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Ku pikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku harus bawa tangga khusus,” jelasku sambil melangkah keluar kamar.

“Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.. Merepotkanmu,” balas Mbak Yanti, “Itu es tehnya diminum dulu.”

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua bercakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami tukar, termasuk hubunganku dengan Mbak Fitri selama ini. Mbak Fitri juga tidak ketinggalan menanyakan soal puisi indah tulisannya yang dia kirimkan padaku lewat kado ulang tahunku beberapa bulan lalu.

Entah bagaimana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang menggairahkan jiwa. Bahkan, Mbak Fitri tak segan-segan membelai wajahku, mengelus telingku dan seterusnya.

Tak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran tidak begitu besar namun bentuknya indah dan kencang.

Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Mbak Fitri sendiri juga tampaknya memiliki pikiran yang saja. Ia tidak henti-hentinya mengulumi bibirku dengan nafsunya.

Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku dan Mbak Fitri masih tetap saling memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Mbak Fitri yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut.

“Aaah.. Budi.. Aah..” Mbak Fitri mulai melenguh kenikmatan. Bibirnya masih tetap melahap bibirku.
Mengetahui Mbak Fitri tidak menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. 

Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu. Melalui kain blus yang dikenakan Mbak Fitri kuusap-usap ujung payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh Mbak Fitri mulai bergerak menggelinjang.

“Uuuhh.. Mbak..” Aku mendesah saat merasakan ada jamahan yang mendarat di selangkanganku.

Penisku pun bertambah menegang akibat sentuhan tangan Mbak Fitri ini, membuatku bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Mbak Fitri juga merasakannya, membuatnya semakin bernafsu meremas-remas penisku itu dari balik celana panjangku.


 Nafsu birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.

“Aaauuhh.. Bud.. Uuuh..” Mbak Fitri mendesis-desis dengan Fitrirnya karena remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.

Tanganku mulai membuka satu persatu kancing blus Mbak Fitri dari yang paling atas hingga kancing terakhir. Lalu Mbak Fitri sendiri yang menanggalkan blus yang dikenakannya itu.

Aku terpana sesaat melihat tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir Mbak Fitri dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang Mbak Fitri, membuatnya menggerinjal-gerinjal sambil merintih kecil.

Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Mbak Fitri sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku.

Segera kuelus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala Mbak Fitri tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Mbak Fitri yang langsung saja menjadi sangat keras.

Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah seorang wanita. Namun memang insting kelelakianku membuatku seakan-akan sudah mahir melakukannya.

“Uhh.. Hmm ahh..” Mbak Fitri tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya.

Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin membulak-bulak.

Kupegang tali pengikat beha Mbak Fitri lalu kuturunkan ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Mbak Fitri. Puting susu Mbak Fitri yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan mencuat dengan indahnya di depanku.

Aku langsung saja melahap puting susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Fitri. Kuingat masa kecilku dulu saat masih menyusu pada payudara ibuku. Bedanya, tentu saja payudara guru sekolahku ini belum dapat mengeluarkan air susu.

Mbak Fitri menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya, tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

“Oooh. Buud’ desahan Mbak Fitri semakin lama bertambah keras. Untung saja rumahnya sedang sepi dan letaknya memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.

Belum puas dengan payudara dan puting susu Mbak Fitri yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini.

Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan Fitrirnya. Kukulum ujung payudara Mbak Fitri. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi.

Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Mbak Fitri pun semakin merintih-rintih karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.


“Aaahh.. Hmm..” Mbak Fitri menjerit panjang.

Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Mbak Fitri yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah. Kubuka retsleting celana jeans yang Mbak fitri kenakan. Kemudian dengan sedikit dibantunya sambil tetap merem-melek, kutanggalkan celana jeans itu ke bawah hingga ke mata kaki.

Tubuh bagian bawah Mbak Fitri sekarang hanya dilindungi oleh selembar celana dalam dengan bahan dan warna yang seragam dengan behanya. Meskipun begitu, tetap dapat kulihat warna kehitaman samar-samar di bagian selangkangannya.

Ditunjang oleh nafsu birahi yang semakin menjulang tinggi, tanpa berpikir panjang lagi, kulepas pula kain satu-satunya yang masih menutupi tubuh Mbak Fitri yang memang sintal itu. Dan akhirnya tubuh mulus guru sekolahku itu pun terhampar bugil di depanku, siap untuk kunikmati.

Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina Mbak Fitri di selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman walaupun belum begitu banyak. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya.

Tubuh Mbak Fitri yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh mulut dan bibirku dengan tanpa henti.

“Ooohh..

Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil berwarna kemerahan yang terletak di bibir vagina Mbak Fitri yang mulai dibasahi cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang bernama klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan, bahkan tak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan.

Klitoris Mbak Fitri yang bertambah merah akibat sentuhan jariku yang bagaikan sudah profesional, membuat tubuh pemiliknya itu semakin menggerinjal-gerinjal tak tentu arahnya.

Melihat Mbak Fitri yang tampak semakin merangsang, aku menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris Mbak Fitri mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat yang masih sempit itu.

Puas menjelajahi klitoris Mbak Fitri, jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama.

Dengan susah payah memang, sebab vagina Mbak Fitri memang masih teramat sempit. Kemudian perlahan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada saat setengah jariku sudah amblas ke dalam vagina Mbak Fitri, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup lentur.

“Hmm.. Bud..”

Mbak Fitri merintih kecil seraya meringis seperti menahan rasa sakit. Saat itu juga, aku langsung sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari tengahku ke dalam vagina Mbak Fitri adalah selaput daranya yang masih utuh.

Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu masih perawan. Baru aku tahu, ternyata sebandel-bandelnya Mbak Ftri, ternyata guru sekolahku itu masih sanggup memelihara kehormatannya. Aku sedikit salut padanya. Dan untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan perbuatanku itu.


“Bud.. Jangan berhenti..” tanya Mbak Fitri dengan nafas terengah-engah.

“Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalau aku terusin kan Mbak bisa..”

Mbak Fitri malah menjulurkan tangannya menggapai selangkanganku. Begitu tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak langsung bergerak mengeras kembali.

Ternyata sentuhan lembut tangannya itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat membantah apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.

Dengan secepat kilat, Mbak Fitri memegang kolor celana pendekku itu, lalu dengan sigap pula celanaku itu dilucutinya sebatas lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Mata Mbak Fitri tampak berbinar-binar menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku.

Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, membuat penisku itu semakin bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.

“Mbak.. Aku buka dulu ya,” tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku.

Penisku yang sudah begitu tegangnya seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.

“Aw!” Mbak Fitri menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur.

Namun kemudian ia meraih penisku itu dan perlahan-lahan ia menggosok-gosok batang ‘meriam’-ku itu, sehingga membuat otot-otot yang mengitarinya bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu pun menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghalanginya.

Kemudian Mbak Fitri menarik penisku dan membimbingnya menuju selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah lubang vaginanya.

Sekilas, aku seperti sadar. Astaga! Mbak Fitri kan guru sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai menyetubuhinya? Apa kata orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks dengan guru sekolahku sendiri?

Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Mbak Fitri. Kutempelkan ujung penisku ke bibir vagina Mbak Fitri, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut. Mbak Fitri menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang demikian hebatnya serta tidak ada duanya di dunia ini.

“Aaahh.. Uuuhh..” Mbak Fitri mendesah-desah dengan Fitrirnya sewaktu aku sengaja menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di payudara Mbak Fitri itu dengan puting susunya yang menggairahkan.


Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah sekitarnya basah kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila, sehingga tampak mengkilap.

Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang vagina Mbak Fitri. Sengaja aku tidak mau langsung menusukkannya. Sebab jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat mengoyak selaput daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab bagaimanapun juga Mbak Fitri adalah guru sekolahku, darah dagingku sendiri!

Mbak Fitri mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir setengahnya, ujung ‘tonggak’-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput dara Mbak Fitri, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu.

Segera saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong vagina Mbak Fitri membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat yang yang tak terhingga.

Baru kali ini aku merasakan sensasi seperti ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina Mbak Fitri sampai sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi sampai hampir keluar seluruhnya.
Begitu terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Mbak Fitri. Dan temponya pun semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang penisku dengan Fitring vagina Mbak Fitri semakin menggila.

Rasanya tidak ada lagi di dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti.

Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Mbak Fitri yang semakin tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan semakin menjadi-jadi membuat aku dan Mbak Fitri menjadi lupa segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.

Dalam suatu kali saat penisku tengah menyodok vagina Mbak Fitri, aku tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya seperti biasa, namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam vagina Mbak Fitri.

Vaginanya yang amat sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam sepenuhnya.

Mbak Fitri menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu untuk memompa penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam vagina Mbak Fitri.

Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tidak membuat aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat aku memompa penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku itu dengan dinding vagina Mbak Fitri, dan semakin tiada tandingannya kenikmatan yang kurasakan.

Hujaman-hujaman penisku ke dalam vagina Mbak Fitri terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah lama bertambah tinggi temponya.

Mbak Fitri tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh dua guru dan murid.

“Aaah.. Budi.. Aaahh..” Mbak Fitri menjerit panjang.

Tampaknya ia sudah seakan-akan terbang melayang sampai langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Peluh mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu sudah hampir mencapai orgasme.

Namun aku tidak mempedulikannya. Aku sendiri belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Mbak Fitri semakin membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila lagi. Mbak Fitri pun bertambah keras jeritan-jeritannya.


Pokoknya suasana saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.

Akhirnya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku menghentikan penetrasiku pada vagina Mbak Fitri. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak kukurangi.

Dan akhirnya setelah rasanya aku tidak sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku dari dalam vagina Mbak Fitri secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku.

Tak lama kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Mbak Fitri. Ada pula yang mengenai payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Fitri.

Tak lama kemudian, kami saling mengejang-ngejang ke puncak kepuasan bersama hingga kehabisan tenaga. Aku terhempas ke atas sofa di samping Mbak Fitri. Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki.

Hmm begitu indahnya guruku..

Tuesday 31 May 2016

INDAH NYA DI PERKOSA TEMEN SUAMIKU

INDAHNYA DI PERKOSA 


Kali ini aku akan bercerita mengenai nikmatnya diperkosa oleh teman suamiku yang ganteng dan gagah. Aku berasal dari kota Subang. Pendidikanku cukup baik, aku selalu berhasil dengan baik dalam tiap pelajaran, bahkan aku dapat lulus dari perguruan tinggi dengan IP yang sangat memuaskan. Tetapi itu semua tidak menjamin kebahagiaan, aku dididik dengan pendidikan yang kolot, serius, sehingga aku cenderung menjadi orang yang kuper dan pendiam. Namun itu tidak menyulitkanku dalam hal perjodohan, karena banyak orang mengatakan bahwa aku cantik, dan memiliki mata yang indah, aku tidak terlalu memahami apa yang mereka katakan, namun kebanyakan pria yang mendekatiku mengatakan hal serupa.


Karena itulah di usia yang relatif muda, 24 tahun aku berhasil menemukan jodoh yang baik, dia cukup kaya dan pengertian walaupun usianya jauh lebih tua dari aku, 31 tahun, maklum karena aku selama ini dibesarkan dengan didikan orang tua yang otoriter sehingga suamiku juga cukup selektif karena Mama hanya memperbolehkan orang yang qualified menurutnya untuk apel ke rumahku, bila pria yang apel ke rumahku berkesan norak dan hanya membawa kendaraan roda dua, jangan harap Mama akan mengijinkannya untuk berkunjung lagi.

Selama beberapa tahun, hubungan kami baik-baik saja, kami dikaruniai dua orang anak, dan kami sangat berkecukupan di bidang materi. Namun kadang-kadang tidak semuanya berjalan lancar, ternyata suamiku tidak bisa lagi memberi nafkah batin kepadaku, ternyata dia mengalami problem impotensi, karena over working. Tetapi alku tetap mencintainya karena dia jauh dari perselingkuhan dan dia sangat perhatian kepadaku.


Walaupun dia sudah tidak dapat lagi memberiku kepuasan, namun aku tetap menahan diri dan mencoba untuk tidak berselingkuh. Semuanya berjalan dengan baik sampai akhirnya datang Boni. Dia adalah rekan bisnis suamiku sejak lama, namun aku baru sekian lama dapat berjumpa dengannya, dia seusia suamiku, menurutnya dia dan suamiku berpartner sejak mulai bekerja, kami kemudian menjadi dekat karena dia orangnya humoris.

Dasar laki-laki tampaknya dia cukup tanggap dengan keadaan suamiku yang tidak mampu lagi memuaskan diriku sehingga akhirnya dia akan membawaku ke jurang kehancuran, aku dapat merasakan matanya yang jalang bila melihatku, terus terang saja aku merasa risih namun ada sensasi birahi dalam diriku bila dipandang seperti itu, aku tidak tahu mengapa, mungkin karena aku tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu, walaupun ketika masih mojang aku mempunyai banyak kenalan pria.


Suatu saat dia menelepon dari hotel, dia menyuruh menjemput suamiku yang katanya minum-minum sampai mabuk, aku ingat waktu itu masih pagi betul, memang suamiku kadang lembur sampai malam sekali, sehingga aku tidak tahu kapan dia pulang. Betapa bodohnya aku, aku menyadari suamiku tidak pernah minum alkohol, entah mengapa ajakan Boni seperti hipnotis sehingga aku tidak curiga sama sekali.

Akhirnya aku sampai di hotel GS tempat Boni menginap, aku memasuki kamarnya dan dengan muka tak berdosa dia memaksaku untuk masuk, tanpa curiga aku cepat-cepat masuk dan mencari suamiku, namun ketika aku sadar dia tidak ada tiba-tiba mulutku dibekap dari belakang, napasku sesak sampai aku pingsan, entah apa yang terjadi selanjutnya, aku merasa ada kegelian di dadaku, seseorang mengelus-elus dan meremas-remas bagian dadaku.


Pelan-pelan aku terbangun, kulihat Boni sedang memainkan payudaraku. Oh, betapa terkejutnya aku, apalagi mendapati diriku terebah di tempat tidur dengan hanya baju atasan yang sudah terbuka dan BH-ku yang sudah dibuka paksa. Aku menyuruhnya melepaskanku kudorong dorong badannya tetapi dia tak bergeming.

Dia memegangi kedua tanganku dan menekuk kedua lenganku dan menaruhnya di samping kepalaku, sehingga aku praktis tidak bisa apa-apa, genggamannya terlalu kuat, dia tertawa kecil dan menciumi kedua puting payudaraku, aku menolak tapi entah kenapa aku merasa risih birahi. Kemudian dia memasukkan penisnya ke bagian kemaluanku, aku meringis-ringis dan berteriak, rasanya sakit sekali.


Tetapi aku sepertinya justru menginginkannya, di tengah pergumulan itu aku menyadari bahwa penis suamiku sebenarnya terlalu kecil, aku pelan-pelan merasakan kenikmatan, dasar lelaki tampaknya Boni sangat pintar mengambil kesimpulan, aku pasrah pada kemauannya, ketika dia membalikkan badanku sampai seperti merangkak, dia sangat agresif, tetapi aku dapat mengimbanginya karena sudah lama aku tidak merasakan ini. Dia kembali menusukkan penisnya di kemaluanku dan meremas-remas payudaraku. Ahh, memang aku merasakan kenikmatan yang luar biasa yang bahkan suamiku sendiri tidak pernah memberikannya. Kemudian merasa tidak puas dengan baju bagian atasku yang masih menempel, dia melepaskannya, sambil kemudian membuat posisiku seperti duduk dipangku olehnya.

Seperti kesetanan aku secara otomatis mengikuti irama kemauannya, ketika kedua tangannya memegang perutku dan menggerakkannya naik turun aku secara otomatis mempercepat dan memperlambat gerakanku secara teratur, dia tersenyum penuh kemenangan, merasa dia telah membuat ramalan yang jitu. Kurasakan dia kembali meremas-remas dadaku ketika dia merasa aku dapat mengambil inisiatif.


Sungguh seperti binatang saja aku, melakukan hal semacam itu di pagi hari, di mana seharusnya aku ada di rumah mempersiapkan sarapan dan mengurus anak-anakku. Sempat kurasakan tiada selembar benangpun menempel di tubuhku kecuali celana jinsku di sebelah kanan yang belum terlepas seluruhnya, tampaknya Boni tidak sempat melepasnya karena terlalu terburu nafsu.

Akhirnya dia menyuruhku mengambil posisi telentang lagi dan dia mengangkat dua kakiku direntangkannya kedua kakiku ke arah wajahnya dan dia mulai memainkan penisnya lagi, dan kurasa dia sangat menaruh hati kepada payudaraku, karena kemudian dia mengomentari payudaraku, menurutnya keduanya indah bagaikan mangkuk. Hmm, aku sungguh menikmatinya karena suamiku sendiri tidak pernah memberi perlakuan spesial pada kedua payudaraku ini, paling dia hanya meremas-remasnya. Tetapi apa yang dilakukan Boni benar-benar sungguh mengejutkan dan memuaskan diriku, dia menghisap putingku dan memainkannya seperti dot bayi. Hanya sebentar rasanya aku mengalami orgasme, aku merasa lelah sekali dan kehabisan nafas sampai akhirnya dia juga sampai ke situ.


Setelah itu aku merasa sangat marah dan menyesal kudorong Boni yang masih mencoba mencumbuku, kumaki dia habis-habisan. Tampaknya dia juga menyesal, dia tidak dapat berkata apa-apa. Boni kemudian hanya duduk saja sementara aku sambil menangis memakai kembali seluruh pakaianku. Aku mencoba menenangkan diri, sampai kemudian Boni mengancamku untuk tidak mengatakan hal ini kepada suamiku, dia kembali menekankan bahwa bisnis suamiku ada di tangannya karena dia adalah pembeli mayoritas sarang burung walet suamiku. Aku membenarkannya karena suamiku pernah berkata bahwa Boni adalah koneksinya yang paling penting. Aku bingung olehnya, baru-baru ini ketika dia pulang ke kotaku, dia kembali memaksaku melakukan lagi hal serupa, bahkan dia pernah berkata bahwa suamiku sudah menyerahkan diriku padanya karena dia merasa tidak mampu lagi memuaskan diriku.